Langsung ke konten utama

Tinggal Meninggal — Tingning Memang Sinting!

Doodled Gema. Foto: Twitter @iridescentpetri

 

Tinggal Meninggal (2025)disingkat Tingningberkisah tentang Gema, seorang penyendiri yang tidak akrab dengan teman-teman kantornya. Suatu hari, Gema mendapat kabar bahwa papanya telah meninggal. Kabar tersebut lantas membuat teman-temannya menaruh simpati pada Gema. Gema yang tidak terbiasa menjadi pusat perhatian merasa senang karenanya. Lambat laun, atensi yang Gema dapatkan mulai berkurang. Ia pun mencari cara, siapa lagi kah yang harus meninggal agar ia kembali diperhatikan oleh teman-temannya?

 

Komentar untuk Tingning

Saya tertarik menonton film ini karena premis serta trailer-nya yang menjanjikan. Begitu menontonnya, saya dapat mengatakan bahwa Tingning adalah film debut yang decent. Kristo Immanuel sungguh menyutradarai film ini dengan penuh persiapan. Mulai dari naskah rapi yang ia tulis bersama istrinya (Jessica Tjiu), visual filmnya yang colorful, hingga susunan pemainnya yang menawan.

Komedi yang dimunculkan Tingning berasal dari kecanggungan para karakternya yang lucu tanpa dibuat-buat. Lelucon yang dihadirkan film ini terasa sangat gen z, mungkin sebagian orang akan menganggapnya Jaksel sentris. Sehingga, orang yang tidak chronically online di internet mungkin takkan terlalu mengerti di mana letak lucunya. Tingning dapat menjadi bukti sejarah bahwa pada tahun 2025, beginilah cara anak muda berkomunikasi.

 

Para karakter di film ini

Para pekerja agensi. Foto: Twitter @WatchmenID

Omara Esteghlal memerankan tokoh Gema dengan begitu apik. Dari ekspresi dan gerak-geriknya, penonton dapat melihat bahwa ada yang tidak beres dengan Gema. Kualitas performanya di Tingning dapat diperhitungan. Teknik breaking the fourth wall yang digunakan juga membuat penonton masuk ke dalam dunia Gema dan diajak untuk lebih memahami karakternya.

Saya bukanlah orang yang senang dengan cerita yang memiliki banyak karakter di dalamnya. Namun, Tingning membuktikan bahwa karakter-karakter sampingan bukanlah karakter-karakter tempelan semata. Setiap dari mereka memiliki kontribusinya masing-masing dalam mengembangkan cerita ini. Mulai dari Kerin (Mawar de Jongh) yang merupakan representasi anak Twitter, Adri (Shindy Huang) cewek skena yang fine shyt, Naya (Nada Novia) yang ingin menjadi influencer, Ilham (Ardit Erwandha) yang bermulut ceplas-ceplos, sampai Danu (Mario Caesar, ketua mahi mahi) yang haus validasi. Tak ketinggalan, ada pula Bro Cokro (Muhadkly Acho), bos dari generasi lebih tua yang sok akrab.

Saat menonton film ini, saya ingin back story tokoh Danu diceritakan. Namun, saat melihat resolusinya, sepertinya memang tak perlu diceritakan. Back story Gema diceritakan dengan porsi yang cukup, meskipun saya merasa akan lebih baik lagi jika back story-nya lebih diperdalam. Terakhir, saya ingin memberi kredit untuk Nirina Zubir yang memerankan hot mama atau MILF.

 

Seberapa deep kah film ini?

Ulasan di akun Letterboxd saya

Tingning adalah tipe film yang saat menontonnya, Anda merasa terhibur. Selesai menontonnya, Anda baru sadar bahwa Gema adalah karakter fiksi yang relateable. Kristo Immanuel sendiri mengatakan bahwa Tingning itu embracing relatability. Jika Anda menemukan kesamaan dengan Gema, kemungkinan Anda akan menyadari bahwa, “I feel seen. Ternyata aku dark juga, ya.”

Tingning adalah film yang mendeskripsikan bagaimana rasanya memiliki suicidal thoughts atau keinginan untuk KMS. Ada banyak Gema di dunia nyata, menyiratkan bahwa mereka tidak sendiri. Tingning adalah film yang berani mengangkat tema yang terlalu personal untuk dibahas, topik yang biasanya disembunyikan oleh siapa pun yang memendamnya.

Sebagian penonton merasa bahwa kelakukan Gema memunculkan second hand embarrassment. Namun, bukankah karakter utama tidak harus selalu menjadi figur yang dapat dicontoh? Bukankah tokoh utama tidak harus selalu memberi pesan moral? Bagaimana jika sosok pahlawan tidak lagi relevan? Bagaimana jika kita sendiri adalah anti-hero?

 

Lagu-lagu yang terasa sangat Gema

Ada beberapa lagu yang mengingatkan saya terhadap psikologis Gema. Saya mengasosiasikan karakter Gema yang canggung dalam bersosialisasi dengan “Creep” karya Radiohead. Saat merencanakan skenario kematian dirinya, kondisi Gema terdengar seperti “listen before i go” dari Billie Eilish. Seperti halnya lagu itu, Gema ingin didengarkan oleh teman-temannya sebelum ia benar-benar pergi. Kondisi emosional ini dapat diperjelas lagi lewat “Hate Me” oleh Miley Cyrus. Dalam lagu itu, Miley Cyrus mengatakan bahwa mungkin ia takkan dibenci di hari kematiannya. Terdengar seperti apa yang akan keluar dari mulut Gema, bukan?

Tak hanya tiga lagu itu, Gema yang mempertanyakan kedatangan teman-temannya di hari pemakamannya mengingatkan saya terhadap “Siapa yang akan Datang ke Pemakamanmu Nanti?” oleh Hindia. “Funeral” dari Phoebe Bridgers juga menggambarkan suasana hati Gema yang sendu nan depresif. Tentunya, beberapa referensi lagu tersebut tidak mengurangi rasa hormat saya kepada “Tinggal” karya Mawar de Jongh, original soundtrack film ini.

 

Ada satu hal yang luput dari Tingning, sesuatu yang memunculkan ketidakpuasan setelah saya menontonnya, yaitu bagian epilog. Saya rasa, bagian tersebut adalah bagian yang janggal. Film ini cukup diakhiri di bagian ending yang ironis karena epilog terasa unnecessary. Ernest Prakasa selaku produser pernah berkata bahwa pada mulanya, Kristo Immanuel memiliki ide ending yang terlalu kelam, sehingga ide itu harus direvisi. Saya penasaran, sekelam apakah ending aslinya? Bagaimana pun juga, Tingning adalah film lokal yang layak ditonton. Akhir kata, saya beri bintang 7.5 dari 10.

Komentar