Langsung ke konten utama

Filsafat Politik: Sepenting Apa Pengaruhnya, dari Machiavelli dan More

Foto: Teachers Pay Teachers.

 

Pengertian Politik serta Ilmu yang Membahasnya

Politik adalah hal yang sangat berpengaruh dalam keberlangsungan hidup umat manusia. Segala sesuatu tidak dapat dipisahkan dengan politik. Politik diibaratkan gravitasi. Meskipun kita tidak tahu menahu soal gravitasi, jika kita jatuh, maka kita akan jatuh. Sama halnya seperti politik, tidak peduli apakah kita melek politik atau tidak, politik tetap berdampak bagi hidup kita.

Terdapat ilmu-ilmu yang mengkaji politik seperti ilmu politik yang menitikberatkan pada strategi politisi, sosiologi politik yang membahas cara masyarakat memandang politik, antropologi politik yang membicarakan politik dari segi budaya, hingga filsafat politik. Yang membedakan filsafat politik dari ilmu-ilmu lainnya adalah, filsafat politik mempelajari konsep dari politik itu sendiri.

Filsafat politik adalah salah satu cabang ilmu filsafat. Era Renaissance memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan filsafat politik. Politik Renaissance berlangsung di Eropa dari abad ke-14 hingga 17. Periode ini ditandai dengan kebangkitan kembali minat pada kebudayaan dan filsafat klasik. Pada zaman ini, pandangan politik mulai bergeser dari dominasi kekuasaan gereja dan sistem feodal menuju pendekatan yang lebih sekuler, rasional, dan berbasis humanisme. Terdapat dua filsuf politik yang terkemuka dari masa Renaissance, mereka adalah Niccolò Machiavelli dan Thomas More.

 

Niccolò Machiavelli: Penulis Buku Il Principe

Potret Machiavelli. Foto: Wikipedia.

Niccolò Machiavelli adalah seorang filsuf politik yang terkenal dengan bukunya yang berjudul Il Principe atau Sang Pangeran. Buku ini membahas strategi yang dapat dilakukan oleh Sang Pangeran atau Sang Penguasa untuk mendapatkan kekuasaannya. Machiavelli berkata, Sang Pangeran dapat menghalalkan segala cara demi memenangkan kompetisi politik. Sang Pangeran tidak perlu menghiraukan posisi moralitas, karena demi mendapatkan kursi jabatan, Sang Pangeran boleh menyikat habis lawan politiknya.

Agar seorang politisi dapat memperoleh status pangeran, tentu status itu akan lebih mudah diperoleh jika Sang Pangeran adalah anak dari Sang Raja, atau yang disebut juga dengan dinasti politik. Dalam hal ini, Machiavelli menjelaskan bahwa kepangeranan yang turun temurun lebih mudah diperintah karena rakyat sudah terbiasa dengan dinasti.

Selain menjadi bagian dari dinasti, membentuk oligarki atau lingkaran politisi yang mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri juga bisa dilakukan oleh Sang Pangeran. Memasang oligarki yang setia dapat mendukung tujuan Sang Pangeran.

Machiavelli pernah ditanya, lebih aman dicintai atau ditakuti? Ia menjawab, rasa cinta manusia itu rapuh. Sementara, rasa takut dapat dikendalikan. Ketakutan seperti kekerasan secara efektif dapat mengontrol legalitas, rakyat akan patuh karena takut terhadap konsekuensi. Jika Sang Pangeran sangat berkuasa, ia tidak perlu khawatir akan pembalasan dendam karena rakyat yang takut tidak mampu membalas dendam. Kita tidak bisa mengontrol apa yang orang cintai, tapi kita bisa mengontrol apa yang orang takuti. Untuk mengontrol persepsi publik, Sang Pangeran bisa melakukan pencitraan.

Machiavelli menegaskan pemisahan agama dari politik. Peranan agama dalam negara bukanlah sebagai dogma yang bersifat konstitutif, melainkan sebagai instrumen politis yang bersifat regulatif. Negara jangan sampai dikuasai oleh agama, negara harus menguasainya karena agama mempunyai fungsi pemersatu, sehingga rakyat bisa dikendalikan dengan mudah.

 

Buku Il Principe Secara Historis

Edisi asli Il Principe. Gambar: Wikipedia.

Pada mulanya, Machiavelli menulis buku ini untuk keluarga Medici yang turun tahta. Machiavelli memberi tahu mereka cara yang dapat mereka lakukan demi merebut kekuasaannya kembali. Selama berabad-abad lamanya, buku ini disalahpahami oleh banyak pembacanya. Para diktator seperti Hitler, Stalin, Mussolini, hingga Bonaparte membaca buku ini. Diktator-diktator tersebut melakukan kekerasan untuk memertahankan kekuasaannya. Mereka tidak peduli baik atau salah, yang penting tujuannya tercapai. Banyak yang menganggap bahwa aksi diktator-diktator itu dipengaruhi oleh buku yang mereka baca, yaitu Il Principe.

Padahal, Machiavelli tidak mengajarkan cara menjadi Sang Pangeran yang licik. Il Principe bukanlah “buku tutorial”, melainkan buku yang berisi observasi Machiavelli terhadap situasi politik di Florence, Italia saat itu. Ketika itu, keadaan sosial politik di Florence memang sedang kacau balau.

Filsuf-filsuf lain memuji kejujuran Machiavelli yang menganalisis keadaan politik seada-adanya. Francis Bacon misalnya, ia berkomentar Machiavelli tidak menjelaskan apa yang seharusnya terjadi, melainkan apa yang sebenarnya terjadi. Ada pula Catherine Zuckert yang menyatakan Il Principe adalah usaha untuk menunjukkan pada rakyat agar mereka melihat politisi sebagaimana dirinya, bukan sebagai orang suci.

Karena bukunya yang dianggap kontroversi itulah, Machiavellian menjadi istilah yang digunakan untuk menyebut seorang politisi yang curang maupun culas. Dalam dunia psikologi, istilah ini merujuk pada orang yang manipulatif, penipu, dan selalu melakukan gaslighting. Ada pula istilah Machiavellianism, yaitu isme atau paham tentang praktik kotor dalam berpolitik yang “diajarkan” oleh Machiavelli.

Atas kontroversinya itu, Il Principe adalah buku yang dilarang diedarkan oleh Gereja Katolik selama dua abad. Buku ini baru boleh diedarkan kembali ketika Paus Klemens VIII berkuasa. Meskipun Il Principe telah terbit berabad-abad lamanya, namun praktik necessary evil, yakni an action that is immoral, but must be done for practical reasons masih dilakukan hingga kini oleh politisi yang mengaku Machiavellian. Manusia tidak belajar dari sejarah karena sejarah berubah, tapi tidak dengan manusia.

 

Thomas More: Penulis Buku Utopia

Potret More. Foto: Wikipedia.

Thomas More adalah filsuf politik yang berasal dari Inggris. Umat Katolik menghargainya dan memanggilnya St. Thomas More. Hal itu dikarenakan ia menolak menganggap Raja Henry VIII sebagai paus. Di ranah filsafat, More adalah tokoh yang pertama kali mempopulerkan istilah “Utopia”. Utopia merupakan suatu komunitas atau masyarakat khayalan dengan kualitas yang sangat didambakan atau nyaris sempurna, antonim dari konsep ini adalah Distopia.

Utopia adalah buku yang ditulis More dan terbit pada tahun 1516. Buku ini mengisahkan teman imajiner More yang bernama Raphael Hythloday. Hythloday mengembara ke Samudera Atlantik dan menemukan pulau fiksi yang tersembunyi dan terisolasi dari dunia luar, pulau tersebut adalah Pulau Utopia. Utopia dianggap sebagai pulau yang ideal oleh Hythloday.

Sama seperti kota pada umumnya, Utopia juga memiliki karakteristik tersendiri. Mulai dari alfabetnya, aspek geografis dan geologisnya, peta dan tata letak kotanya, hingga kemasyarakatannya. Masyarakat Utopia disebut Utopian. Di Utopia, struktur keluarga diatur oleh para Utopian. Masing-masing anggota keluarga mulai dari orang tua sampai anak memiliki perannya masing-masing.

Utopian hanya boleh berkelana jika diizinkan oleh pemerintah, tujuannya agar tak ada Utopian yang ketahuan melanggar aturan. Di Utopia juga tidak ada kedai minuman atau tempat untuk pertemuan pribadi. Hal itu bertujuan agar semua orang dapat diawasi oleh pemerintah, sehingga mereka wajib berperilaku baik.

Secara militeris, Utopian enggan berperang. Mereka lebih memilih membereskan perselisihan dengan cara yang lebih damai, seperti negosiasi. Sekali pun mereka berperang, tidak ada pertumpahan darah yang terjadi. Hythloday berargumen, pencuri yang dijatuhi hukuman mati tidaklah adil karena seharusnya pencuri diajarkan cara berhenti mencuri, diberi paham bahwa mencuri itu salah, dan diberi tahu cara hidup tanpa mencuri. Kematian adalah urusan Tuhan, bukan tanggung jawab manusia.

Di Utopia, perbudakan adalah hal yang menjadi ancaman bagi Utopian yang menganggur. Kebanyakan Utopian bekerja dalam hal pertanian dan peternakan. Utopia mengenal sistem barter. Tidak ada uang di Utopia, itulah mengapa tidak ada Utopian yang lebih kaya dibanding Utopian lainnya. Waktu kerja dibatasi enam jam per hari, demi menciptakan work life balance. Di Utopia, emas tidak bernilai. Sehingga emas dapat ditukar untuk bertransaksi dengan masyarakat di luar Utopia. Utopian bisa bernegosiasi untuk mendapatkan barang dari pulai lain tanpa harus kehilangan nilai emas.

Dua aspek lainnya yang dibahas di buku ini adalah aspek kebebasan beragama dan aspek kesehatan. Utopia mengakui banyak agama dan Utopian dibebaskan memeluk agama apa pun. Bila ada yang sakit, petugas kesehatan di Utopia siap menangani.

 

Buku Utopia Secara Historis

Gambaran Utopia. Foto: Britannica.

Buku ini adalah bentuk satir kepada pemerintahan Eropa. Saat itu, setengah dari populasi wanita tidak bekerja. Wanita juga tidak diperbolehkan mengajukan gugatan cerai. More membuat konsep ideal bahwa di negara utopisnya, wanita seharusnya mendapat dua hak itu. More memang dipengaruhi konsep negara ideal yang dicetuskan oleh Plato. Komunisme yang tercermin di Utopia menginspirasi Karl Marx untuk mengembangkan gagasan komunisnya.

Perbedaan kelas ekonomi yang tidak dialami oleh Utopian adalah aspek yang dikritik dari buku ini. Argumennya adalah, mana yang lebih baik bagi manusia? Apakah manusia lebih baik jika mereka difasilitasi kebutuhan pokoknya? Atau, apakah manusia lebih baik jika mereka rela bekerja lebih keras demi memperkaya diri?

Utopia dianggap gagal karena membuat manusia seragam, yang berarti semua manusia sama tanpa ada keragaman di antaranya. Utopia juga dianggap gagal dalam memberikan kebebasan untuk memperoleh individualitas dan privasi. Namun, itulah poinnya: yang More anggap Utopia bisa jadi Distopia bagi orang lain. Hal itu karena Utopia di benak orang-orang memiliki konsep yang berbeda, sifatnya subjektif sekali. Di dunia pop, lagu Imagine karya John Lennon adalah contoh lagu utopis, Lennon membayangkan betapa utopisnya dunia di lagu itu.

Raphael Hythloday sebagai tokoh yang More ciptakan di buku ini memiliki makna tersendiri. Dalam bahasa Yunani, Hythloday artinya “penyebar omong kosong”, yang berarti semua yang Hythloday katakan dalam buku itu adalah omong kosong belaka.

Dalam bahasa Latin, Utopia memiliki arti “tempat yang tidak ada”. Sementara itu, Distopia berarti “tempat yang buruk” dan Eutopia berarti “tempat yang baik”. Mengapa konsep negara ideal disebut Utopia? Bukankah Eutopia adalah istilah yang lebih tepat? Hal itu karena tempat yang baik itu tidak ada, negara ideal yang baik itu tidak ditemukan di mana keberadaannya. Dalam bahasa Inggris, Utopia dan Eutopia memiliki pelafalan yang sama, sehingga terjadi permainan kata di antara dua istilah ini. Bila ingin mencapai kesepakatan, maka negara-negara Skandinavia dapat disebut sebagai negara-negara utopis.

 

Kesimpulan

Politik adalah hal krusial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, terutama dalam lingkup eksternal yang bersifat makro. Segala sesuatu memiliki aspek politik di dalamnya. Konsep mengenai sistem politik dibahas di dalam filsafat politik. Filsafat politik adalah cabang filsafat yang berkembang pesat di era Renaissance. Era ini melahirkan dua filsuf, yakni Machiavelli dan More.

Niccolò Machiavelli adalah seorang diplomat yang menjadi figur utama dalam realitas teori politik. Bukunya yang terkenal, Il Principe (Sang Pangeran), awalnya ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia, kemudian menjadi buku umum dalam berpolitik pada masa itu. Buku itu menguraikan tindakan yang bisa dilakukan seseorang untuk mendapatkan kekuasaan.

Thomas More adalah seorang filsuf politik yang terkenal dengan bukunya berjudul Utopia yang terbit pada tahun 1516. Utopia adalah pulau fiksi yang terletak di Samudra Pasifik. Utopia merupakan suatu komunitas atau masyarakat khayalan yang sangat didambakan atau nyaris sempurna. Utopia menjadi istilah yang menggambarkan konsep negara ideal.

 

Referensi:

https://www.britannica.com/biography/Niccolo-Machiavelli

https://www.sciencedirect.com/topics/psychology/machiavellianism#:~:text=Machiavellianism%20refers%20to%20an%20individual%27s,Jones%20%26%20Paulhus%2C%202009

https://insights.som.yale.edu/insights/what-can-you-learn-machiavelli

https://www.kompasiana.com/dismaskwirinuspassio8348/5f73fca2285b2212fc7fc154/politik-dan-moralitas-dalam-perspektif-niccolo-machiavelli

https://madrasahdigital.co/pemikiran-tokoh/sang-pengeran-politik-niccolo-machiavelli/

https://www.gramedia.com/best-seller/review-buku-il-principe-sang-pangeran/#google_vignette

https://youtu.be/AOXl0Ll_t9s?si=3vF9EPoSWFN15lMu

https://youtu.be/ZRIxkLhMpa0?si=9yYMuU8cv1qcn2rv

https://youtu.be/CIoZ0Xu5Yb8?si=tYOF3_WCubilLZ9I

https://youtu.be/EwWg2MDvHDI?si=DOcJ-9mwpdWJkghE

https://pressbooks.pub/earlybritishlit/chapter/sir-thomas-more-utopia/

https://www.kompasiana.com/balawadayu/5eb02c98097f3639097f6012/filsafat-utopia-thomas-more-1478-1535

https://www.krajan.id/konsep-utopia-pemerintahan-yang-ideal-menurut-thomas-more-dan-relevansinya-bagi-demokrasi-di-indonesia/#google_vignette

https://youtu.be/2au0B5j6ji8?si=f_RIwLrmzWasyby0

https://youtu.be/OlpZHEh28Nw?si=hnBr98IBy4kbJwHL

https://youtu.be/MuWh3oHr7cA?si=bDbAV_5LLbkQPFu5

Komentar