Langsung ke konten utama

The Boy and the Heron — Ketika Visual Memukau Bertemu Cerita yang Kacau

Foto: Twitter @_gladhys

 

SPOILER ALERT!

 

Setelah vakum selama sepuluh tahun, Hayao Miyazaki kembali dengan karya teranyarnya yang bertajuk The Boy and the Heron, dirilis pada tahun 2023 oleh Studio Ghibli. Bercerita tentang seorang anak laki-laki bernama Mahito (Soma Santoki) yang ditinggal mati ibunya di tengah kebakaran rumah sakit yang terjadi saat Perang Dunia II. Ayah Mahito yang bernama Shoici (Takuya Kimura) pun mengajak anaknya untuk pindah rumah dan tinggal bersama istri barunya, Natsuko (Yoshino Kimura). Di rumah barunya itu, Mahito kerap kali diganggu oleh seekor burung cangak (Masaki Suda). Ia pun mencari tahu mengapa Burung Cangak itu gemar menganggu dirinya.

 

Ada dua hal yang saya senangi dari anime:

Pertama, penggambaran adegan mengerikan yang ramah di mata. Jika Anda ingin menonton film dengan adegan mengerikanseperti perkelahian dan kebakarannamun adegan itu aman dilihat, maka anime adalah jawabannya.

Kedua, konsisten dengan 2D. Ketika animator negara lain berlomba-lomba membuat animasi 3D, animator Jepang konsisten dengan 2D yang kualitas grafiknya tidak kalah bagus.

 

Dua hal itu saya temukan di film ini. Cerita The Boy and the Heron dimulai dengan adegan kebakaran rumah sakit yang berhasil digambarkan dengan baik karena penonton turut merasakan kengerian kobaran api. Film ini tak hanya menyuguhkan kualitas grafik di adegan pembuka saja, konsistensi berlanjut di adegan-adegan berikutnya, yaitu adegan petualangan.

 

Tak hanya digambarkan dengan kualitas grafik yang bagus, petualangan film ini juga seru untuk diikuti. Fantasinya yang merupakan gabungan antara realitas dan fiksi terasa liar“liar” dalam konotasi positifdan sukses membuat saya takjub. Dari mana Hayao Miyazaki mendapat ide seliar itu?

 

Sayangnya, konsistensi The Boy and the Heron berlaku di grafiknya saja dan tidak berlaku di tempo filmnya. Pacing berlalu secara slow burn, namun diakhiri dengan resolusi yang terlalu cepat.

 

Sebagai orang yang tidak suka silent treatment, saya tidak mengerti mengapa Mahito selalu diam sepanjang film. Minimnya penjelasan terkait Mahito yang tiba-tiba menerima Natsuko sebagai ibu tiri membuat saya bertanya-tanya, bagaimana bisa penonton bersimpati pada Mahito jika penokohannya saja dijelaskan dengan buruk? Karena character development-nya mendadak dan resolusinya tergesa-gesa, Mahito yang akhirnya mau menerima Natsuko sebagai ibu tiri gagal menjadi adegan yang emosional.

 

Bukan hanya Mahito, Burung Cangak yang namanya tertera di judul film juga memiliki penokohan yang lemah. Rasanya Burung Cangak sekadar hadir sebagai guide Mahito, tidak ada chemistry yang terjalin di antara mereka. Shoici pun tidak digambarkan sebagai sosok ayah yang memiliki ikatan batin dengan anaknya.

 

Film yang dibangun dalam durasi 124 menit ini memiliki alur yang padat, namun meninggalkan plot hole di dalamnya. Contohnya, mengapa Natsuko tiba-tiba pergi ke hutan tanpa aba-aba? Hayao Miyazaki nampaknya ingin menyampaikan banyak hal lewat The Boy and the Heron. Namun, saking banyaknya hal yang diceritakan, film ini tidak jelas ingin menyorot isu apa. Kesedihan Mahito akan kepergian ibu kandungnya? Natsuko yang tersinggung karena tidak dianggap sebagai ibu tiri? Usaha Shoici dalam mempersatukan keluarganya? Kehadiran Burung Cangak sebagai penengah konflik? Tidak ada isu yang disorot secara kuat. Pesan moralnya pun tersirat secara lemah. Petualangan The Boy and the Heron memang seru, namun menjadi bumerang karena alih-alih mengoptimalkan pengeksekusian empat isu utama, film ini malah terlalu fokus dengan petualangannya.

 

Kendati demikian, film bergenre semi-autobiografi ini memang diciptakan khusus bagi penggemar Hayao Miyazaki. Anda harus mengikuti semua film Studio Ghibli agar Anda mengerti pesan tersirat dari film ini. Di ranah umum, sulit rasanya memahami film dengan alur yang memusingkan. Akhir kata, saya beri poin 6.5 dari 10. Kerumitan The Boy and the Heron membuat film ini tidak direkomendasikan untuk ditonton di masa liburan.

Komentar