Langsung ke konten utama

Ternyata, kita memang tidak akan sampai ke sana.

I. Kita tidak akan sampai ke sana.
Perahumu tidak akan membawaku berlabuh di muara.
Air tawarmu tidak akan mengalir dan menyatu dengan air lautku.
Kupu-kupumu tidak akan terbang dan hinggap di bunga harumku.
Nada merdumu tidak akan bersatu dengan lirik puitisku.

II. Tidak, kita tidak akan sampai ke sana.
Sore hari, mobil biru melaju di jalanan sepi dengan rumput ilalang di sekitarnya. Ditemani lagu-lagu akustik, sang pengemudi membawa seorang penumpang di perjalanan tidak bertujuan itu.
Arahnya jelas, putar balik atau berhenti. Sang pengemudi ingin berhenti, namun sang penumpang memilih untuk putar balik.
Sang penumpang percaya, lewat arah ini, mereka akan sampai ke sana. Mereka akan sampai di tempat di mana angin menerbangkan daun yang tepat. Di mana matahari cerah menyinari langit pagi yang tepat.
Oh, betapa naifnya penumpang itu! Arah yang ia pilih ternyata membawa mereka ke jalan buntu. Sang pengemudi memutuskan berhenti, kemudian pergi meninggalkan penumpang itu—bahkan sebelum bensinnya habis.

III. Kita benar-benar gagal sampai ke sana.
Tidak ada lagi air yang bersedia memadamkan kobaran api.
Tidak ada lagi aksara yang bersedia menuliskan mahakarya.
Ternyata, mereka memang tidak akan melangkah beriringan.
Ternyata, mereka memang tidak ditakdirkan untuk bersama.

Nov '23

Komentar