Langsung ke konten utama

satu Pertanyaan

kuhentikan lagu yang kuputar. tadinya, aku sedang berada di duniaku sendiri hingga aku melihatmu kembali. "dari mana saja ia?" tanyaku dalam hati. setelah sekian lama tak bertemu, kau kembali 'tuk menanyakan satu hal.

"sadarkah kau akan batas waktu?" tanyamu. kuhiraukan pertanyaan itu. bagaimana bisa aku peduli akan waktu? padahal aku saja tak pernah berteman dengannya.

aku punya sedikit harapan. dulu, kita melukis lukisan yang sama. setelah kau kembali dari peristirahatanmu, kukira kau 'kan tetap membantuku melukis. ternyata tidak. kau datang untuk lenyap, lagi.

seharusnya, sudah kujawab pertanyaan itu. inginku memaki, tapi tak kuasa menyalahkanmu. inginku bertanya, "mengapa selalu aku yang perasaannya lebih besar?" tapi tahu kau hanya membiarkan motorku melintas satu kali di jalanmu. tak ada kesedihan yang bisa dijadikan alasan.

aku tak punya semangat dalam menghadapi penggantimu. jika menemui pelabuhan sepertimu saja langka bagi kapalku, maka mengapa perlu membangun ekspektasi?

pada akhirnya, kau hanyalah pemeran utama pada dua adegan di filmku: satu adegan hebat dan satu adegan lagi yang kutuliskan dalam elegi ini. aku sudah membuat monolog, tapi terima kasih atas hal hebat yang kau lakukan di filmku—meski itu hanya satu adegan.

Jul '21

Komentar